Posted by: sopyanmk | 05/02/2022

Aksi Nyata: Membangun Budaya Disiplin di Sekolah


Sebagai seorang guru, kita sering sekali kita mendengar istilah disiplin bahkan mungkin sudah menjadi istilah biasa dalam percakapan di ruang guru. Namun setelah saya belajar budaya disiplin pada modul 1.4 perlahan namun pasti saya mendapat pencerahan yang luar biasa mengenai hakikat dari disiplin tadi. Semula saya menganggap disiplin adalah sebuah kepatuhan perilaku terhadap aturan yang sudah dibuat di sekolah atau di institusi lain yang harus dikerjakan secara sukarela. Padahal pemahaman itu sudah bergeser jauh dari hakikat disiplin itu sendiri.

Secara definisi, disiplin dalam bahasa latin berarti belajar. Maka kita pernah mendengar kata disiplin ilmu matematika, disiplin ilmu sosial, dan lain-lain. Jadi dalam terjemahan saya, disiplin di sekolah adalah peserta didik belajar bagaimana memaknai kehidupan dengan segala norma-norma yang berlaku di masyarakat sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya. Jika proses belajar ini mampu dilalui dengan baik, maka dengan sendirinya murid akan mampu menjalankan kehidupannya tanpa menimbulkan ekses fatal karena ia sudah disiplin sejak dini.

Permasalahannya adalah apakah di sekolah dimana ia belajar sudah memadai untuk disiplin? Karena bisa jadi yang mereka alami adalah penderitaan, kekecewaan, frustasi, apatis, bahkan mungkin pemberontakan. Mengapa? Karena peraturan yang ada ternyata tidak membangkitkan dirinya untuk belajar bagaimana menghadapi persoalan ketika ia melakukan kesalahan atau bagaimana menyelesaikan sebuah permasalahan yang ditemuinya di sekolah.

Selain itu guru juga mayoritas belum memahami bagaimana menangani murid-murid yang beragam latar belakang budaya, ekonomi, pola asuh, dan sebagainya. Guru seringkali terjebak hanya mengenali kemampuan akademik saja dan jika murid itu bisa maka ia akan dihargai sebagai murid yang pintar. Ketika guru menemukan sejumlah masalah munculah penyikapan-penyikapan yang tidak tepat karena pada dasarnya banyak guru yang belum tahu harus berada diposisi apa ketika berhadapan dengan murid. Ahirnya guru menyikapi semua persoalan itu secara alamiah.

Untuk menyelesaikan suatu masalah ada 5 posisi kontrol yang bisa dipilih oleh guru, yaitu:

  1. Penghukum
  2. Pembuat merasa bersalah
  3. Teman
  4. Pemantau
  5. Manajer

Penempatan posisi ini juga harus dibekali dengan pemahaman kebutuhan dasar manusia, yaitu:

  1. Ingin dicintai
  2. Ingin bebas
  3. Ingin bersenang-senang
  4. Ingin menunjukkan kekuatan/kekuasaan
  5. Ingin bertahan hidup

Dari sinilah guru bisa memetakan semua kasus yang muncul dengan akurat dalam pendekatan restitusi. Segitiga restitusi ini baru bisa dilaksankaan dengan pendekatan manajer dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Menstabilkan identitas
  2. Validasi tindakan yang salah
  3. menanyakan keyakinan

Semoga tulisan ini dapat membuka ruang dalam hati kita untuk terus belajar dan memperbaiki diri untuk terciptanya suasana merdeka belajar bagi peserta didik dengan segenap daya upaya kita. Apa yang saya tulis ini sudah melalui dua tahap, yaitu:

  1. Sosialisasi atau berbagi kepada rekan sejawat yang bisa dilihat pada link berikut (https://youtu.be/TvIWAPJZa4s)
  2. Membuat keyakinan kelas bisa dilihat di link berikut (https://youtu.be/QNirOiCVJyE)

Leave a comment

Categories